Kepariwisataan

Sabtu, 28 Maret 2015

Istilah pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari suku kata “pari” berarti berkeliling atau bersama, dan suku kata “wisata” berarti perjalanan. Jadi secara pengertiannya pariwisata berarti perjalanan keliling dari suatu tempat ke tempat lain.
Kepariwisataan adalah merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup yang khas, seperti : hasil budaya, peninggalan sejarah, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman. Perjalanan wisata adalah perjalanan keliling yang memakan waktu lebih dari tiga hari, yang dilakukan sendiri maupun di atur oleh Biro Perjalanan Umum dengan acara meninjau beberapa kota atau tempat baik di dalam maupun di luar negeri.

Berikut beberapa destinasi Pariwisata di Indonesia yang saya rekomendasikan sekaligus ingin saya datangi

Wae Rebo


Wae Rebo adalah sebuah kampung tradisional yang terletak di dusun terpencil tepatnya di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terkenal dengan sebutan kampung di atas awan, Wae Rebo terletak di ketinggian 1000 mdpl dikelilingi oleh perbukitan yang sangatlah asri. Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 menyisihkan 42 negara lain.

Untuk mencapai Wae Rebo, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 6 km dari Desa Dintor ke Desa Denge dengan menggunakan motor. Perjalanan dari Denge menuju Wae Rebo, kira-kira memakan waktu pendakian selama 3 jam dengan menyusuri daerah terpencil yang dikelilingi hutan lebat yang belum terjamah, menyebrangi sungai serta melintasi bibir jurang.

Meski lokasinya berada jauh dari keramaian dan sulit terjangkau, namun Kampung Wae Rebo sangat terkenal terutama oleh wisatawan asing Negara-negara di Eropa karena desain arsitekturnya yang memiliki daya tarik tinggi. Salah satu hal yang menarik dari Desa Wae Rebo adalah rumah adatnya yang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat dari daun lontar. Hasil kerajinan tangan warga, hasil kopi, vanili dan kulit kayu manis laris sebagai barang cendera mata yang dibawa pulang oleh wisatawan denga harga yang memuaskan.

Tak sulit untuk jatuh cinta pada kampung ini. Pengunjung dapat merasakan keunikan budaya, adat istiadat, keramahan warganya serta kearifan lokal yang masih terasa kental di kampung ini. [Anggey/IndonesiaKaya]

Air Terjun Mata Jitu



Tersembunyi di balik Hutan Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, gemercik air sayup-sayup terdengar dalam kesunyian alam. Air Terjun Mata Jitu, air terjun yang keindahannya bisa memukau siapa saja yang datang ke kawasan ini.

Pemandangan asri lengkap dengan pepohonan hijau alami membuat Air Terjun Mata Jitu menjadi primadona di Pulau Moyo. Air terjun yang telah menjadi bagian cagar alam Indonesia ini konon telah terbentuk jutaan tahun lalu. Perpaduan air terjun yang berwarna hijau tua dan muda seakan-akan menghipnotis Anda untuk menceburkan diri dan bermain air di dalam air terjun ini. 

Air Terjun Mata Jitu memiliki empat undak dan tujuh kolam. Oleh penduduk setempat, “mata jitu” diartikan sebagai mata air yang jatuhnya tepat mengenai kolam di bawahnya. 

Keindahan Air Terjun Mata Jitu terkenal hingga ke manca negara. Bahkan, mendiang Putri Diana pernah berkunjung ke air terjun ini. Masyarakat sekitar pun menjuluki air terjun ini dengan sebutan “Queen Waterfall”.

Untuk mencapai Air Terjun Mata Jitu, pengunjung bisa menyewa perahu nelayan dari Desa Ai Bari di Sumbawa. Dengan waktu tempuh 2 jam perjalanan, Anda akan disuguhi pemandangan Pulau Moyo yang mempesona. 

Sesampainya di Desa Ai Bari, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan ojek motor selama 20 menit atau berjalan kaki selama 1,5 jam. Selama perjalanan menuju air terjun, kita akan disuguhi pemandangan savana dan perbukitan yang indah. 

Keindahan air terjun berundak-undak ini tidak hanya pada air yang turun dari atas. Bebatuan yang telah terbentuk sejak ribuan tahun lalu juga dapat disaksikan di sini. 

Stalaktit-stalagmit yang menghiasi permukaan dinding Air Terjun Mata Jitu menambah indah pemandangan yang tersaji. Bentuk stalaktit dan stalagmit yang beragam menjadi daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. [Riky/IndonesiaKaya]

Pulau Padar



Pulau Padar adalah pulau ketiga terbesar di kawasan Taman Nasional Komodo, setelah Pulau Komodo dan Pulau Rinca. 

Mungkin keberadaan Pulau Padar tidak se-terkenal Pulau Komodo ataupun Pulau Rinca, namun keindahan Pulau Padar tidak kalah cantiknya dengan kedua pulau tersebut. 

Letak Pulau Padar cenderung lebih dekat dengan Pulau Rinca dibandingkan dengan jarak ke Pulau Komodo dan dipisahkan oleh Selat Lintah. 

Pulau Padar juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena berada dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Gili Motang. Meskipun berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo, namun Pulau Padar tidak dihuni oleh komodo dikarenakan rantai makanan yang terputus.

Di sekitar pulau ini terdapat pula tiga atau empat pulau kecil yang memiliki keunikan panorama masing-masing. Dan di Pulau Padar juga terdapat hamparan pink beach yang sangat cocok digunakan untuk sekedar berenang, bermain air ataupun ber-snorkeling ria. 

Pengunjung juga dapat menaiki bukit yang berada di Pulau Padar untuk menikmati keindahan panorama dari atas. Biru laut dan jajaran pulau di sekitarnya akan menghipnotis pengunjung. Meskipun trekking menuju bukit tertinggi akan terasa sangat melelahkan, namun pengunjung akan disuguhkan panorama perbukitan dan pemandangan yang sangat cantik dan mengabadikan momen akan menjadi kegiatan yang tak ada bosannya selama perjalanan trekking.

Jika Anda berencana untuk mengunjungi Taman Nasional Komodo, cobalah singgah sejenak di pulau ini, ketenangan dan keelokannya akan membuat Anda betah berlama-lama di pulau ini. [Anggey/IndonesiaKaya]

Pantai Banyu Tibo



Pesona air terjun di pantai? Mungkin hal tersebut terdengar aneh bagi Anda, namun pada kenyataannya air terjun tak hanya ada di pegunungan namun di pantai pun ada dan Pantai Banyu Tibo memilikinya. Hanya bedanya, air ini tidak akan mengalir ke sungai, melainkan langsung ke laut. Pemandangan langka ini benar-benar istimewa dan menakjubkan.

Pantai Banyu Tibo merupakan salah satu ‘surga’ tersembunyi yang berada di Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Jawa Timur dengan jarak sekitar 110 km dari kota Solo. Pantai Banyu Tibo terletak bersebelahan dengan pantai Klayar, Nampu, dan Buyutan.

Arti Banyu Tibo menurut bahasa jawa adalah air yang jatuh, di mana pada salah satu sudut dari bibir pantai pada bebatuan besar mengalir sebuah air terjun yang jatuh langsung ke bibir pantai yang tak terlalu besar dari mata air bawah tanah yang pada umumnya berada di kawasan karst. Batu-batu besar yang tinggi menjulang kokoh di sisi kanan dan kirinya makin menambah keindahan dan eksotisme bagi Pantai Banyu Tibo itu sendiri.

Akses menuju pantai cantik ini terbilang cukup bagus namun cukup sulit karena pantai ini belum memiliki transportasi umum, sehingga kendaraan pribadi merupakan solusi utama yang paling memungkinkan untuk mencapai lokasi wisata Pantai Banyu Tibo.
 
Jadi, jika Anda bosan dengan suasana pantai yang itu-itu saja dan ingin menikmati suasana lain dari pantai, maka Pantai Banyu Tibo jawabannya. Menikmati deburan ombak, hamparan pasir putih, dan menyantap kuliner mungkin sudah terlalu monoton bagi para penikmat pantai. Rasakan sensasi baru dan kenikmatan tersendiri duduk di pasir, sambil merasakan percikan-percikan air segar dari air terjun yang langsung menyentuh tubuh kita hanya di Pantai Banyu Tibo. [Anggey/IndonesiaKaya]

Hutan Hujan Tropis Gunung Gede-Pangrango



Mentari memancarkan sinarnya dari peraduan seraya para petani mulai memanggul cangkul menuju perkebunan. Saat ingin menapaki puncaknya, awal bulan Juni, via jalur Gunung Putri, kaki Gunung Gede menawarkan pemandangan alam yang luar biasa indah. Tak salah jika di bulan ini banyak pendaki yang ingin menghabiskan akhir pekannya dengan berpetualang menjamahi Gunung Gede-Pangrango.

Gunung Gede-Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional tertua yang dimiliki Indonesia. Diresmikan sejak 1980 berdasarkan SK Menteri Pertanian, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) memiliki luas lahan lebih dari 22.000 hektare. Secara umum, TNGP ditutupi oleh hutan hujan tropis yang selalu basah. Bahkan di musim kemarau, vegetasi hutannya mampu menjaga kelembaban untuk tetap basah.

Mendaki Gunung Gede-Pangrango merupakan salah satu cara menikmati kekayaan hutan hujan tropis Indonesia. Terdapat dua alternatif pilihan jalur untuk sampai ke puncak Gunung Gede, yaitu via Gunung Putri dan via Cibodas. Jika melalui jalur Gunung Putri, banyak pendaki yang memilih untuk bermalam terlebih dahulu di alun-alun Surya Kencana sebelum kemudian kembali mendaki menuju puncak. 

Puncak Gunung Gede berada di ketinggian sekitar 2.900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pada 1.000 meter pertama, pendaki akan merasakan suhu udara yang tidak terlalu dingin. Di kawasan ini, jalur pendakian didominasi pohon-pohon besar, seperti pohon rasamala. Di bagian medio sebelum mencapai puncak, pepohonan besar semakin sedikit. Di kawasan ini, pohon-pohon yang tumbuh terlihat berbeda dibandingkan di ketinggian sebelumnya. Pohon pada ketinggian 2.000 mdpl memiliki batang yang panjang hingga mencapai 20 meter, ukuran daun lebih kecil, tapi memiliki akar yang sangat besar dan kuat. Sementara di ketinggian hampir 3.000 mdpl, Gunung Gede dihiasi vegetasi tumbuhan dengan ukuran yang lebih kecil dan daun berwarna cerah, seperti edelweis dan cantigi yang banyak terlihat di sepanjang alun-alun Surya Kencana.

Alun-alun Surya Kencana merupakan kawasan yang paling digemari para pendaki untuk membuka tenda dan bermalam. Hal tersebut bukan tanpa sebab. Selain memiliki pemandangan indah lantaran terdapat padang edelweis dan diapit oleh dua gunung, di tempat ini juga mengalir sumber air yang sangat diperlukan oleh para pendaki. 

Waktu yang ditempuh dari alun-alun Surya Kencana untuk sampai ke puncak sekitar 30 menit. Di sepanjang jalur, akan ditemukan banyak pohon cantigi daunnya berwarna merah terang. Cantigi yang bernama latin Vaccinium varingiaefolium merupakan tumbuhan yang mampu bertahan pada lahan yang kekurangan nutrisi atau dalam keadaan cuaca yang sangat ekstrim. 

Sesampainya di puncak Gunung Gede, pendaki akan disambut lukisan alam yang luar biasa indah. Rasa lelah akan terbayar lunas ketika melihat indahnya lingkaran kawah dengan semburan uap belerang yang masih aktif. Dari puncak Gunung Gede, akan terlihat angkuhnya Gunung Pangrango di seberang. Tetapi jika cuaca sedang tidak bersahabat, Gunung Pangrango tidak bisa terlihat karena tertutup kabut. 

Perjalanan kemudian dilanjutkan untuk sampai pos terakhir di Cibodas. Untuk sampai ke pos terakhir, diperlukan waktu sekitar 7 jam perjalanan bagi pendaki pemula, mungkin akan lebih cepat bagi pendaki yang sudah terbiasa dengan jalur menurun. Sama halnya saat mendaki, pemandangan perjalanan turun juga masih didominasi vegetasi hutan hujan tropis. 

Selain kaya akan berbagai flora, TNGP juga kaya akan berbagai fauna. Jika beruntung, pandaki akan melihat sekawanan owa Jawa, kijang, serta aneka burung, seperti burung elang dan burung hantu. Hutan TNGP juga merupakan habitat asli bagi kawanan monyet dan bermacam serangga yang bahkan mungkin belum dinamakan secara ilmiah.

Sebelum mencapai pertigaan antara jalur menuju Gunung Pangrango dan Cibodas, pendaki akan menemukan sebuah curug di tengah hutan dengan air yang sangat jernih. Konon, curug yang tidak bernama ini merupakan tempat favorit Soe Hok Gie untuk beristirahat sejenak sambil membasuh muka sebelum melanjutkan perjalanan. Dilihat dari posisinya yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl, curug tersebut bisa dibilang sebagai curug tertinggi di Jawa Barat.

Setelah curug, para pendaki akan melewati sumber air panas yang mengandung belerang. Perlu ekstra hati-hati untuk melewati jalur tersebut. Selain dipenuhi bebatuan licin, di samping jalur juga terdapat jurang yang curam. Karena itulah, banyak pendaki yang mengejar waktu agar bisa melewati jalur ini sebelum hari mulai gelap. 

Terdapat tiga poin sebelum tiba di pos terakhir, yaitu Kandang Badak, Kandang Batu, dan Air Terjun Cibeureum. Kandang Badak dan Kandang Batu merupakan poin yang paling ramai dikunjungi pendaki. Di tempat ini, biasanya para pendaki istirahat atau makan dan minum sambil saling bercengkerama sebelum melanjutkan perjalanan kembali menuju pos terakhir di Cibodas.

Menapaki Gunung Gede di TNGP merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu liburan. Selain bisa menyaksikan kekayaan alam hutan hujan tropis Indonesia, aktivitas wisata alam diyakini mampu melatih seseorang untuk berjiwa mandiri, pemberani, serta cinta tanah air dan budayanya. Namun begitu, diperlukan persiapan fisik dan mental secara khusus agar tetap fit dan selalu menjaga kelestarian hutan dengan tidak membuang sampah sembarangan. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]

0 komentar:

Posting Komentar